Description
Pura Dalem Balingkang memiliki sejarah dan asal-usul dari berbagai versi, yang menghubungkan keberadaan raja Jaya Pangus dengan kehidupan seorang wanita atau puteri dari Cina, kisah tersebut menjadi cerita menarik tentang akulturasi budaya Hindu dan Budha. Pura Dalem Balingkang terletak di Desa Pinggan, Kecamatan Kintamani, Kab. Bangli – Bali. Desa Pinggan sendiri cukup populer sebagai tujuan sunrise tour di Bali.
Jarak dari arah kota Denpasar ke pura Dalem Balingkang sekitar 64 km, sedangkan jarak dari Puncak Penulisan atau Puncak Sukawana di Kintamani sekitar 7.4 km, perjalanan menuruni lembah, tapi jangan khawatir, akses jalan menuju Pura Dalem Balingkang pada sejumlah ruas jalan cukup kecil dengan tikungan tajam, jadi anda perlu berhati-hati dan pastikan juga kelaikan kondisi kendaraan. Pujawali atau piodalan di Pura Dalem Balingkang setiap satu tahun sekali yaitu berdasarkan kalender Isaka yaitu pada Purnama Kalima, atau sekitar Oktober – November bulan Masehi.
Bangunan Pura Dalem Balingkang ini sebelumnya merupakan sebuah istana, dan bangunan istana tentu memiliki sebuah benteng yang memagarinya, memiliki fungsi penting untuk menjaga keberadaannya dari serangan musuh, termasuk tembok alam perbukitan yang melingkari, yakni gunung Batur terlihat indah dan mempesona, di sini juga terdapat sebuah pemujaan dengan simbol koin Cina (uang kepeng) berukuran besar di sudut Timur Laut sebagai linggih atau stana Ratu Ayu Mas Subandar, yang semasa hidupnya adalah permasisuri raja yang berasal dari negeri Cina dan bernama Kang Cing We, pelinggih tersebut berkaitan untuk memohon keberuntungan.
Pura Dalem Balingkang berdiri megah dan cantik, tidak hanya memiliki sejarah atau asal-usul yang unik tentang perkawinan dua buah budaya berbeda pada masa jaman lampau, tetapi juga pemandangan alam sekitarnya terlihat begitu indah mempesona, sehingga perjalanan spiritual anda ke Pura Dalem Balingkang menjadi sebuah wisata rohani yang menyegarkan.
Asal-Usul Dan Sejarah Pura Dalem Balingkang
Dalam kontek nama yaitu Pura Dalem Balingkang, Dalem berasal dari nama Keraton yaitu Kuta Dalem, sedangkan Balingkang berasal dari kata Bali dan Ing Kang dihubungkan dengan pernikahan raja Jaya Pangus dengan Puteri Cina bernama Kang Cing Wie, digabungkan menjadi Bali-Ing-Kang yang sekarang bernama Balingkang. Raja Jaya Pangus Harkajalancana memerintah pada tahun 1181-1269 Masehi (saka 1103-1191), yang merupakan salah satu raja Bali Kuno di Bali.
Dan merupakan salah satu kerajaan yang sulit ditundukkan oleh Raja Sri Kresna Kepakisan yang ditempatkan Gajah Mada dari Majapahit, sehingga pengaruh-pengaruh Hindu dari luar Bali atau Majapahit juga sulit masuk untuk mempengaruhi masyarakat setempat. Untuk itulah warga sekitar Pura Dalem Balingkang mengklaim diri sebagai masyarakat Bali Aga atau Bali Mula.
Masyarakat Bali Mula memiliki sejumlah pura Kahyangan diantaranya Pura Pucka Panarajon atau Puncak Penulisan di Sukawana Kintamani, Pura Bale Agung Sukawana, Pura Pusering Jagat di desa Les Penuktukan Buleleng dan Pura Dalem Balingkang yang distanakan adalah Ida Dalem Kepogan (Dalem Balingkang) setara dengan Dewa Siwa. Masyarakat Bali Mula atau Bali Aga menyebut dirinya sebagai Gebog Domas kemudian dibagi menjadi Gebog Satak.
Pura ini berdiri megah di atas lahan seluas 15 hektar, terletak di sebelah Barat pemukiman penduduk desa Pekraman Pinggan. Dari asal-usul atau sejarah berdirinya pura Dalem Balingkang, berkembang beberapa versi di masyarakat, ada yang berdasarkan Purana Pura Dalem Balingkang, Kekawin Barong Landung dan juga berdasarkan mitos yang sudah berkembang di masyarakat.
Sejarah Pura Dalem Balingkang Berdasarkan Purana
Dalam Purana tahun 2009 ini disebutkan, tentang kisah Sri Aji Jayapangus dari kerajaan Bali Kuno yang berstana di gunung Panarajon (kerajaan Panarajon), dalam pemerintahannya sang Raja didampingi oleh permaisuri yang bergelar Sri Parameswari Induja Ketana, seorang permaisuri yang bijak, berasal dari keturunan Bali Mula di danau Batur.
Pada masa pemerintahanya Raja memiliki seorang senopati bernama Mpu Nirjamna, memiliki dua orang penasehat bergelar Mpu Lim dan Mpu Siwa Gandhu. Mpu Lim memiliki seorang dayang cantik bernama Kang Cing We anak seorang Subandar Cina yang memperistri Jangir dari Bali.
Putri Subandar ini berparas ayu, sehingga menggugah keinginan sang raja untuk memperistri Kang Cing We, mengetahui keinginan sang Raja, penasehat raja yaitu Mpu Siwa Gandhu, memberikan saran kepada baginda raja bahwa pernikahan tersebut tidak tepat karena beda keyakinan Hindu dengan Budha, nasehat tersebut tidak diindahkan dan raja marah sehingga Mpu Siwa Gandu diberhentikan jadi penasehat kerajaan.
Akhirnya upacara pernikahan tersebutpun dilangsungkan disaksikan rohaniawan Hindu dan Budha. I Subandar memberikan dua keping uang Cina (uang kepeng) sebagai bekal putrinya mengabdi kepada raja dan agar nantinya raja menganugerahkan dua keping uang kepeng tersebut kepada rakyatnya untuk melengkapi sarana upacara di kemudian hari.
Merasa nasehat Mpu Siwa Gandhu tidak diindahkan, maka marahlah sang Mpu, kemudian beliau melakukan tapa semadi dengan khusuk memohon agar terjadi angin puting beliung disertai hujan lebat selama satu bulan tujuh hari, karena kekhusukanya permohonan tersebut dikabulkan oleh para Dewa, sehingga terjadilah musibah angin ribut disertai hujan lebat terus menerus, sehingga raja diiringi sisa abdinya mengungsi ke tengah hutan desa Jong Les.
Dimulai dengan upacara yadnya kemudian merambah hutan tersebut dan berhasil membangun keraton dan tempat suci dinamakan bernama Kuta Dalem, bangunan suci kerajaan dinamakan Balingkang. Disini beliau berhasil memusatkan pikiran dan bisa memerintah dan sejahteralah kembali rakyatnya. Beliau didampingi dua permaisuri yang selalu mengabih singgasananya, pada sisi kanan permaisuri bergelar Sri Prameswari Induja ketana dan sebelah kiri bergelar Sri Mahadewi Sasangkaja Cihna atau Kang Cing We.
Sejarah Dalem Balingkang Berdasarkan Kekawin Barong Landung
Dalam kekawin atau geguritan Barong Landung, mengisahkan perjalanan Raja Sri Haji Jayapangus yang memperistri putri China Kang Cing We yang ditulis oleh I Nyoman Suprapta. Dalam Kekawin tersebut dikisahkan, Sri Aji Jayapangus adalah seorang raja tersohor dan bijaksana berstana di Kerajaan Bukit Panarajon, dengan permaisuri Dewi Danuh seorang puteri keturunan Bali Mula. Seiring waktu datang seorang pedagang dari China bersama puteri cantik bernama Kang Cing We yang kemudian menjadi abdi atau dayang Mpu Lim seorang penasehat raja.
Keberadaan Kang Cing We di lingkungan kerajaan sebagai pelayan Mpu Lim diketahui oleh raja, kemudian sang raja berniat memperistri putri Kang Cing We, yang sebenarnya tidak disetujui oleh Mpu Siwa Gandu yang merupakan salah satu penasehat raja.
Keinginan raja akhirnya terwujud acara pernikahan dilangsungkan, yang akhirnya membuat Mpu Siwa Gandu menjadi marah, dalam tapa semadinya beliau memohon agar tercipta bencana di kerajaan Kerajaan Panarogan, akhirnya kerajaan tersebut hancur dan Raja Sri Haji Jayapangus pindah merambah tempat baru di Jong Les dan sekarang dikenal Dalem Balingkang.
Pernikahan raja dengan Dewi Danuh, memiliki seorang Putera bernama Mayadenawa dan kemudian diangkat menjadi raja Bedahulu, sedangkan dengan Kang Cing We tidak memiliki keturunan. Dewi Danuh akhirnya moksa. Kang Cing We sendiri tidak memiliki keturunan untuk penerus kerajaan maka beliau minta ijin untuk kepada Kang Cing We untuk melakukan tapa semadi di Gunung Batur seraya memohon agar dikaruniai keturunan.
Sesampai di puncak Gunung Batur, bertemulah beliau dengan seorang puteri cantik yang merupakan jelmaan dari seorang Dewi yang bertujuan menggoda tapa Raja Sri Jayapangus, puteri cantik tersebut adalah jelmaan Dewi Danuh. Karena kecatikannya tergodalah sang raja dan mengaku belum beristri.
Lama tidak berkabar, maka berangkatlah Kang Cing We dari keraton Dalem Balingkang menyusul ke tempat pertapaan raja, sesampai di tempat pertapaan terkejut dan marahlah Kang Cing melihat raja sedang memadu kasih dengan seorang puteri cantik.
Kang Cing We memaki-maki puteri tersebut yang tak lain adalah penjelmaan seorang Dewi, karena merasa dimaki oleh seorang manusia, Dewi Danuh juga marah mengeluarkan api, melebur dan membakar Kang Cing We. Mengetahui kematian permaisurinya raja menjadi sedih. Dan sebagai hukumannya karena mengaku belum beristri, Sri Aji Jayapangus juga dilebur oleh sang Dewi sehingga menjadi abu.
Rakyat Dalem Balingkang menjadi sedih mengetahui kedua junjungannya telah menjadi abu, dan memohon agar keduanya dihidupkan kembali. Melihat ketulusan hati dari para abdi dan rakyat Dalem Balingkang, sang Dewi akhirnya mengabulkan permintaan rakyat Dalem Balingkang, namun dalam bentuk Lingga saja berupa Barong Landung lanang dan istri (laki dan perempuan).
Sang Dewi memerintahkan agar Barong Landung tersebut dibawa kekeraton Dalem Balingkang, dianugerahkan bahwa kedua lingga tersebut akan memerintah dari alam niskala yang mampu memberikan perlindungan bagi rakyat Dalem Balingkang.
Sejarah Dalem Balingkang Berdasarkan Mitos Masyarakat
Asal-usul atau sejarah Dalem Balingkang berkembang juga di masyarakat, menjadi sebuah kisah mitos yang melegenda di kalangan masyarakat seputaran Dalem Balingkang. Diceritakan pada jaman dahulu seorang raja bernama Sri Jayapangus memerintah di Bukit Panarajon, memiliki seorang permaisuri yang tidak memiliki keturunan sehingga dijuluki Dewi Mandul. Raja menjadi khawatir karena tidak memiliki generasi penerus untuk melanjutkan pemerintahan di tahta kerajaan di keraton Bukit Panarajon.
Suatu ketika, raja jalan-jalan di pasar, ketemulah dengan seorang wanita cantik keturunan Cina, karena kecantikan wanita tersebut berniatlah beliau mengawininya dengan diam-diam tanpa sepengetahuan keluarga, pejabat dari pihak kerajaan dan tanpa upacara yadnya. Pernikahan diam-diampun dilakukan. Namun tentunya Tuhan maha tahu, oleh Bhatara Siwa, Raja Sri Jayapangus dusir dari Panarajon karena kesalahan beliau kawin diam-diam tanpa upacara yadnya,yang tidak pantas dilakukan oleh seorang raja.
Akhirnya Raja Sri Jayapangus bersama kedua permaisurinya meninggalkan kerajaan dan turun bukit menyusuri hutan ke arah Timur Laut, saat perjalanan puting beliung dan hujan deras tanpa henti, tanpa mengenal terus melanjutkan perjalanan, saat sampai di Gunung Lebih beliau beristirahat dan melakukan semadi dan memohon petunjuk kepada para dewa, akhirnya didapatkan petunjuk atau pewisik, untuk melanjutkan perjalanan, sampai hujan dan berhenti dan memasang tanda untuk membangun sebuah keraton.
Akhirnya perjalananpun dilanjutkan, sesuai petunjuk saat hujan reda beliau berhenti dan memasang tanda, tempat tersebut bernama Dharma Anyar sebuah tempat yang juga menjadi tempat pertapaan para maha rsi dan mpu. Dan di Dharma Anyar beliau membangun keraton kerajaan dan juga tempat suci yang bernama Balingkang.
Pernikahan Sri Jayapangus dengan Putri Cina yang dikenal juga dengan nama Dewi Danuh, menghasilkan seorang Putera bernama Mayadenawa, dinobatkan menjadi raja Bedahulu di pejeng. Kerjaan Balingkang akhirnya berhasil dikalahkan oleh Kerajaan Majapahit, dan bekas kerajaan Balingkang dijadikan tempat pemujaan yang sekarang ini dinamakan Dalem Balingkang. Di Pura ini dipercaya sebagai tempat stana dari Ida Bhatara Dalem Balingkang atau Raja Sri Jayapangus, beliau disucikan dalam bentuk upacara yadnya dan disetarakan dengan Dewa Siwa ataupun Dewa Surya oleh para pemuja-Nya.
Sejumlah versi yang berkembang di masyarakat, dan mungkin saja ada versi lainnya, namun demikian yang bisa kita garis bawahi sudah terjadi akulturasi budaya Hindu dengan Budha dari jaman nenek moyang Bali Kuno, termasuk juga warisan budaya, sekiranya berhubungan dengan asal-usul atau sejarah keberadaan Dalem Balingkang, seperti sejumlah pura di Bali terdapat juga pemujaan untuk etnis Cina seperti bentuk pagoda atapun kongco, penggunaan uang kepeng dari Cina (pis bolong) untuk perlengkapan upacara yadnya umat Hindu dan Lingga berupa barong landung pada sejumlah pura.
There are no reviews yet.