Description
Pura Kehen terletak di Br.Pekuwon, Desa Adat Cempaga,Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Pura ini terletak pada kaki bagian selatan Bukit Bangli, dan dengan agungnya berdiri di pinggir sebelah utara jalan besar menghadap ke selatan dan Di belakang di sebelah utara Pura terbentang keindahan panorama Bukit Bangli. Jarak Pura Kehen dari Denpasar sekitar 43 km ,20 km dari Ubud dan 23 km dari Kintamani serta 3 km dari Desa Wisata Penglipuran.
Dalam tulisan-tulisan yang bersumber dari berbagai prasasti, Pura Kehen di Bangli dimasukan ke dalam katagori Pura-pura terkuno yang terdapat di Bali,ini bisa dilihat dari sejarah Pura Kehen yang berdasarkan beberapa Prasasti yang tersimpan di Pura Kehen.
Sejarah Pura Kehen
Berdasarkan tiga buah prasasti tembaga yang terdapat dan tersimpan yang menyangkut keberadaan Pura tesrsebut, terutama prasasti ketiga mengenai petunjuk-petunjuk kepada para penduduk sekitar pada waktu ada upacara-upacara besar di Pura Kehen, bertarikh Saka 1126 (1204 Masehi). Prasasti ini memuat nama raja Sri Dhanadhiraja beserta permaisurinya Bhatara Sri Dhanadewi. Raja Sri Dhanadhiraja adalah putra raja Bhatara Parameswara dan ibu raja Bhatara Parameswara adalah Bhatara Guru Sri Adhikunti.Menurut A.J Bernert Kempers dalam bukunya “Bali Purbakala” (terjemahan Drs.R.Soekarmono) yang mengatakan bahwa di Bali ada Pura yang sangat tersohor bernama Pura Kehen dan nama itu diambilkan dari nama Pura kecil yang berda didepannya. Mungkin nama Hyang Api dalam prasati pertama berybah menjadi Hyang Kehen dalam prasasti ketiga (kehen =keren=tempat api). Untuk menelusuri lebih jauh kapan kira-kira Pura Kehen didirikan, kita dapat menghubungkannya dengan dua buah prasasti lainnya lagi yang lebih tua.
Dr.R.Goris dalam bukunya “Prasasti Bali I dan II” menyebutkan bahwa prasasti pertama yang terdiri dari 18 baris dan berhasa Bali Kuno ada menyebutkan nama “Hyang Karinama”… Hyang Api di desa Simpat Bunut (“Wangunan pertapaan di Hyang Karinama jnganangan Hyang Api… di Wanua di Simpat Bunut – Hyang Tanda”). Prasasti ini juga menyebutkan nama-nama bhiksu. Prasati pertama ini tidak berangka tahun, tetapi Dr.R.Goris menggolongkan ke dalam tahun Saka yang berkisar antara 804 – 836 (antara tahun 882 – 914 Masehi.
Prasasti kedua yang hanya tinggal lembaran penghabisan saja terdiri dari 10 baris dan berbahasa Jawa Kuno ada menyebutkan nama Senapati Kuturan, Saphata dan nama-nama pegawai raja. Prasasti kedua ini juga tanpa angka tahun, namun Dr.R.Goris menggolongkannya ke dalam tahun Saka antara 938 – 971 (antara tahun 1016 – 1049 Maehi).
Jika dikaji secara etimologis dalam perkembangan selanjutnya nama Hyang Api yang termuat dalam prasati pertama menjadi Hyang Kehen dalam prasasti ketiga dan selanjutnya menjadi Pura Kehen sekarang Ini, maka ini berarti bahwa Pura Kehen telah ada pada tahun Saka antara 804 – 836 (antara tahun 882 – 914 Masehi). Jadi Pura Kehen sudah ada pada akhir Abad IX atau permulaan Abad X Masehi.
Ketiga prasasti tembaga tadi telah dibaca oleh Dr.P.V.Van Stain Callenfels dan teks lengkapnya dimuat dalam buku “Epigraphina” tahun 1926. Isinya:
Prasasti I : diperkirakan dari Abad IX menyebutkan Hyang Api, Hyang Karinama, Hyang Tanda, serta nama-nama bhiksu. Bahasanya bahasa sanskerta.
Prasasti II : memaki bahasa Jawa Kuno, menyebutkan “Sang Senapati Kuturan”
Parasati III : Bhasa Jawa Kuno , angka tahun Saka 1126, Masehi 1204 menyebutkan nama Hyang Kehen yang memerintah pada tahun tersebut adalah Bhatara Guru Sri Adhikunti Ketana.
Keberadaan Pura Kehen yang memiliki keterikatan dengan sejarah Desa Bangli termuat dalam prasasti No.705 Prasasti Pura Kehen C. Ketika itu tahunSaka 1126 Wesaka masa tithi daca mi sukla paksa,ma, kaca, waraning Krulut atau tanggal 10 mei 1204 Masehi, Raja Ida Bhatara Guru Sri Adhikunti Ketana mengeluarkan Bhsama, memerintahkan semua penduduk wilayah desa Bangli untuk kembali ke desanya.
Upacara di Pura Kehen
1. Upacara Piodalan
Upacara yang secara rutin dilaksanakan di Pura Kehen setiap enam bulan (berdasarkan kelender Bali)adalah Piodalan yang jatuh pada setiap Buda Keliwon Wuku Sinta yang bertepatan dengan hari raya Pagerwesi. Upacara ini biasanya berlangsung selama lima hari yang mana setiap hari selama upacara,semua Banjar dari desa Cempaga, Kawan, Bebelang, Demulih, Penatahan, Tanggahan, Pukuh, Kubu, dan Penglipuran menghaturkan bakti bergiliran dengan acara Mepeed.
2. Upacara Tingkatan Utama
Upacara tingkatan utama diselenggarakan tiga tahun sekali, pada sasih kelima dengan sebutan Karya Agung Bhatara Turun Kabeh. Upacara ini juga disebut Ngusaba Dewa. Pelasanaan upcara ini diperkirakan pada bulan Oktober 2015 pada Purnama Kalima yang biasanya berlangsung 9 sampai 11 hari. Yang paling utama pada upacara ini adalah pada Prosesi upacara Melasti dimana seleruh Pratima,Tapakan dan Benda sakral se wilayah bebanuan yang terdiri dari sekitar 19 banjar adat ikut bersama melaksanakan upacara Melasti ( biasanya ke Pantai Watuklotok, Tirta Sudamala, atau Tamansari) dengan ribuan orang dan puluhan kelompok mengusung Gambelan dengan tetabuhan Baleganjur akan mengiringi prosesi upacara ini dengan berjalan kaki. Prosesi upacara ini sebagai potret kebersamaan krama Bangli khususnya dari krama Bebanuan Pura Kehen yang disebut Gebog Domas. Selama Upacara berlangsung secara bergilir desa-desa pemujanya akan menghaturkan Tarian sakral berupa Baris Dadap,Baris Perasi, Baris Gowak serta tarian Rejang dan Pendet.
Atraksi
Setiap tahun pada upacara pengrupukan , 1 hari sebelum hari Raya Nyepi dilaksanak parade Ogoh-ogoh yang diikuti oleh seluruh banjar di wewidangan Desa Pekraman Cempaga.
There are no reviews yet.